Thursday, July 2, 2020

Kebahagian bukan ditentukan oleh waktu dan tempat

Seorang cendikiawan berkebangsaan Inggris, "adalah memungkinkan bagimu-apabila engkau ditahan didalam dalam sebuah penjara-untuk tetap tersenyum sembari melihat angkasa; atau mengeluarkan setangkai bunga dari saku bajumu lalu menciumnya; ataupun bercengkrama dengan sesama tahanan.

Dan memungkinkan juga bagimu-bilamana engkau berada di istana yang megah berkeluh kesah, marah dan jengkel terhadap urusan rumah,keluarga, dan harta yang engkau miliki".

Pilihan ada di tangan kita...

Wednesday, August 5, 2009

Baharuddin Lopa Sang Pendekar Hukum


Suasana duka sangat mendalam tampak di rumah milik Baharuddin Lopa di jalan Kumala Merdeka 4 Makassar. Puluhan sanak keluarga dan warga setempat mendatangi rumah sederhana tersebut yang berada di dalam lorong sempit.

Mereka datang berbagi duka atas meninggalnya seorang pendekar hukum yang jujur dan berani dalam membela kebenaran tersebut. Mereka yang datang sebagian berdiri di halaman dan jalan setapak karena ruang di rumah tersebut cukup sempit.Di ruang tamu berbentuk "L" terdapat dua sofa yang sudah termakan usia. Keduanya dibeli almarhum pada tahun 1985 ketika menjabat Kepala kejaksaan Negeri di Ternate, Maluku Utara.

Selain itu, pada dinding terdapat foto-foto keluarga dan satu buah lukisan dan bufet yang berisikan beberapa buah keramik dan kipas angin kecil yang telah rusak.Siapapun yang melihat rumah, yang dibeli Lopa dengan cara mencicil pada tahun 1964.

Ia dikenal amat bersahaja. Selain dari gaji, penghasilannya diperoleh dengan membuka warung telekomunikasi dengan lima bilik telepon dan penyewaan PlayStation di samping rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta. Ia juga rajin menulis kolom di berbagai majalah dan harian. Terang-terangan diakui, itu caranya menambah penghasilan dari keringat sendiri. Honor ratusan ribu rupiah dari menulis kolom inilah yang sering diandalkannya untuk memperbaiki ini dan itu di rumahnya. Kisah pengusaha Jusuf Kalla, yang kini menjadi wakil presiden, menunjukkan kejujuran Lopa.

Suatu hari, Kalla sebagai pengusaha pemegang agen tunggal Toyota di kawasan timur Indonesia ditelepon Lopa yang mau membeli mobil. Di benak Jusuf, sebagai Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, Lopa pasti mau sedan kelas satu. Toyota Crown ia tawarkan. Tapi Lopa menyatakan tak sanggup membeli sedan seharga Rp 100 juta itu. Cressida seharga Rp 60 juta pun masih dianggap mahal.

Akhirnya, Jusuf menyodorkan Corona senilai Rp 30 juta. Harganya tak ia sebutkan karena ia berniat memberikannya untuk Lopa. Lopa kontan menolak. Yang lucu, malah Kalla si penjual yang sampai menawar harga. Begini saja. Saya kan pemilik mobil, jadi terserah saya mau jual berapa. Saya mau jual mobil itu Rp 5 juta saja. Lopa masih menolak. Jangan begitu. Kau harus jual dengan harga sama seperti ke orang lain. Tapi kasih diskon, nanti saya cicil. Tapi jangan kau tagih.

Akhirnya, Lopa akan membelinya seharga Rp 25 juta. Uang muka sebesar Rp 5 juta langsung dibayar dan diantar Lopa dalam bungkusan koran bekas. Selebihnya betul-betul dicicil sampai lunas selama tiga tahun empat bulan. Kadang-kadang dibayar Rp 500 ribu, kadang-kadang sejuta, tutur Jusuf Kalla.

Ketika menjadi Staf Ahli/Penasihat Jaksa Agung Baharuddin Lopa, Prof Achmad Ali meminta agar Lopa menyediakan mesin faxmile di rumahnya. Lopa menilai fax sebagai sesuatu yang cukup mewah.

Namun ketika beliau akhirnya 'mampu' membelinya, ia amat bangga mengabarkan itu kepada Prof Achmad Ali. Ketika Dr Hamid Awaludin pulang dari Amerika Serikat dengan gelar doktornya, Lopa amat berbahagia dan mentraktir Dr Hamid dengan membeli dua nasi bungkus untuk disantap bersama.

Karakternya yang keras hati bila berurusan dengan hukum dan keadilan itu, sudah mulai terlihat sejak usia seperempat abad. Kala itu, Baharuddin muda ditunjuk menjabat bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Lelaki kelahiran Desa Pambusung, Kabupaten Polewali Mamasa, Sulsel, 27 Agustus 1935, berani memberantas kasus penyelundupan yang melibatkan Andi Selle, Komandan Batalyon 710 setempat.Ia dipilih oleh Panglima Komando Distrik Militer XIV Hasanuddin, Kolonel M. Jusuf karena dianggap sanggup melawan pemberontakan Andi Selle pada tahun 1960.

Semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sul-Sel (1982-1986), "korbannya" adalah Tony Gozal, seorang pengusaha kaya dan salah satu "orang kuat Sul-Sel". Tekanan dari segala penjuru tak digubrisnya. Tony ia jebloskan ke penjara dalam kasus penyelewengan tanah milik pemerintah daerah. Tengah gencar-gencarnya memeriksa Tony, Presiden Soeharto bersama Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew bertemu di Makassar. Tempatnya tak lain di Hotel Makassar Golden, hotel termewah di Sul-Sel milik Tony. Lopa ikut menjemput Soeharto dan Lee di Bandara Hasanuddin. Tapi ia menolak mengantar sampai ke hotel dan tak mau datang ke jamuan makan malam yang dihadiri semua pejabat Sulawesi. "Tidak baik saya ke situ. Apa kata orang kalau saya datang ke hotel yang sedang saya sidik," kata Lopa. Tony divonis bersalah dan meringkuk di Penjara Gunungsari. Buntutnya, Lopa terpental. Pada 1986, ia dimutasi menjadi staf ahli Menteri Kehakiman.

Pada bulan 9 Februari 2001 Baharuddin Lopa dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Hukum dan Ham menggantikan Yusril Ihza Mahendra. Tak lama setelah Lopa dilantik menjadi Menteri ia mengirim Raja Hutan Bob Hasan ke Nusakambangan.Jabatan menteri ini ia sandang sampai dengan bulan Juni 2001.

Jaksa Agung adalah jabatan yang ia pegang sampai wafatnya. Hanya berselang 1 bulan 3 hari (6 Juni 2001-3 Juli 2001) banyak hal yang telah dilakukannya.

Almarhum Lopa, dikenal sebagai jaksa yang hampir tidak punya rasa takut, kecuali kepada Allah SWT. Sepanjang karirnya di kejaksaan, Lopa pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat serta Sulawesi Selatan, dan juga mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Begitu menjabat Jaksa Agung, menggantikan Marzuki Darusman, Lopa langsung bekerja keras memberantas korupsi. Lopa langsung memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura agar segera pulang ke Jakarta. Lopa juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat "hitam" tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari Presiden Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur.

Lopa juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Gebrakan Lopa itu sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun Lopa tidak mundur. Lopa bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung. Ia bersama staf ahlinya Dr Andi Hamzah dan Prof Dr Achmad Ali serta staf lainnya biasa bekerja hingga pukul 23.00 setiap hari.
Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5 bulan, Lopa berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi dan mencatat deretan panjang konglomerat dan pejabat yang diduga terlibat KKN, untuk diseret ke pengadilan. Ketegasan dan keberaniannya jadi momok bagi para koruptor kakap dan teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan. (Kejaksaan Agung)

Banyak hal yang telah dilakukan oleh Almarhum, sosok beliau sangat dirindukan ditengah keteladanan penegak hukum menjadi sorotan. Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan tokoh seperti Lopa dalam kepemimpinan SBY 5 tahun mendatang. Amiin

Friday, November 14, 2008

"Kalah Kliring"

Sebuah bank swasta Rabu kemaren mengalami "kalah kliring", ini membuat para pejabat terkait kelimpungan dan pusing tujuh keliling.
Bagaimana kalau kita kalah kliring di Yaumul Hisab hari dimana semua amal dan dosa kita diperhitungkan? Sudahkah cukup simpanan amal kita, memadaikah deposito pahala kita, bila dibandingkan dengan kredit dosa yang kita lakukan setiap hari?
Di Yaumul Hisab sekecil apapun amal yang kita lakukan pasti tercatat dalam sistem Allah, dan pasti akan dibalas dengan kebaikan juga. Setiap dosa yang kita lakukan juga tertata rapi dalam catatan Allah dan tidak ada satupun yang luput dari pembalasan.

7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (Al-Zalzalah:7-8)


Orang yang kalah kliring di Yaumul Hisab (amal baik lebih sedikit dibandingkan dengan amal buruk) maka pasti mendapatkan Neraka dengan segala fasilitas siksaannya. Nauzubillahi min Zalik Kita selalu berdoa dan beramal agar terhindar dari kalah kliring di Yaumul Hisab, sebagai mana doa yang sering kita panjatkan kepada Allah SWT.

Ya Tuhanku, berilah kami kebaikan didunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka. Amiin Ya Arhamarrahimiin.

Menolak Cinta Allah?, sebuah refleksi

Macet adalah hal yang biasa dalam perjalanan menuju tempat kerja. "Kalau tidak macet pasti itu hari sabtu atau lebaran", itulah Jakarta yang identik dengan kemacetan. Kita terkadang menikmati kemacetan itu, pada saat lain kita gusar dan kesal dengan kemacetan karena diburu waktu untuk memenuhi janji. Itu juga biasa malahan sudah menjadi kebiasaan.
Suatu kali seorang teman berceloteh, "akh sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, pernahkah antum berbagi cinta?'. "Maksudnya apa akh?', tanya saya sedikit menyelidik, jangan-jangan teman ini mulai selingkuh. "Berbagi cinta dengan pengemis, pedagang asongan dan penyapu jalan". Sambil istigfar timbul perasaan bersalah dan malu karena telah berprasangka jelek kepada teman ini.

Memang seharusnya kita berbagi cinta untuk mendapatkan cinta Allah SWT. Mereka yang mungkin tidak beruntung secara ekonomi seperti pengemis pasti tidak menjadikan mengemis sebagai propfesi. Karena pada kodratnya manusia itu memiliki keinginan yang kuat untuk berusaha dan menjaga harga diri. Kita mungkin pernah melihat dan membaca ada pengemis yang diorganisir sebagai profesi. Namun disinilah keimanan kita diuji. Bisakah kita dengan ikhlas dan rasa cinta terhadap makhluk ciptaan Allah? Bukankah niat merupakan urusan mereka dengan Khaliknya. Kita memberi karena kita mencitai makhluk Allah yang kurang beruntung, kita memberi untuk merebut cinta Allah. Munkinkah kita menolak cinta Allah? itu adalah suatu hal yang naif, kita sangat berharap mendapatkan cinta Allah SWT bukankah Rasululullah SAW telah mengingatkan kita :

"Cintailah yang ada dibumi, maka Yang dilangit akan mencintaimu"(Hadis)





Tuesday, November 11, 2008

Nasruddin Hoja, Kapitalisme ala periuk beranak

Nasruddin meminjam periuk kepada tetangganya. Seminggu kemudian, dia mengembalikanannya dengan menyertakan juga periuk kecil disampingnya. Tetangganya heran dan bertanya mengenai periuk kecilitu. "Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian dia melahirkan bayinya dengan selamat".
Tetangganya menerimanya dengan senang hati. Nasruddin pun pulang. Beberapa hari kemudian, Nasruddin meminjam periuk itu lagi. Setelah sebualan lewat, Nasruddin belum juga mengembalikan periuk itu. Karena gusar, sipemilik periuk datang kerumah Nasruddin meminta periuknya.
"Oh, sungguh sebuah malapetaka. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku. Dan sekarang telah kumakamkan."
Tetangganya menjadi marah, "Ayo kembalikan periukku. Jangan berlagak bodoh. Mana ada periuk bisa meninggal dunia!"
"Beranak saja bisa, tentu periuk bisa juga meninggal dunia," kata Nasruddin.

Nah lho...

Thursday, October 30, 2008

Menipu Penipu

Nasruddin mendengar ada seorang anak muda yang mengaku tidak bisa ditipu oleh siapapun. Suatu hari Nasruddin bertemu dengannya disebuah perempatan.
"Tunggu aku disini. Sebentar lagi akan kuperlihatkan bagaimana aku bisa menipumu," kata Nasruddin sambil beranjak pergi meninggalkannya.
"Baik, kita buktikan saja," jawab anak muda itu. Setelah menunggu selama beberapa jam. Nasruddin belum kelihatan batang hidungnya, dan akhirnya dia menjadi jenuh. Seorang kawannya kebetulan lewan dan bertanya dengan heran.
"Mengapa kau berdiri disini?"
Setelah mendengar cerita anak muda itu, dia tertawa terpingkal-pingkal sembari berkata,"Kamu tolol! kamu telah ditipunya."

Nasruddin Hoja

Nasruddin adalah sosok multikarakter dan seakan tak berzaman. Setiap orang setiap zaman bisa mengindentifikasi Nasruddin dan kemudian tertawa lebar atau tersenyum simpul ketika menyimak cerita-ceritanya yang mengandung kecerdikan dan rasa humor disatu sisi, serta kritik sosial disisi lain.Karenanya, Pemerintah Mesir pernah melarang pertunjukan drama cerita Nasruddin yang berjudul "Paku Nasruddin" lantaran
menyindir Inggris dan Perancis yang memiliki kepentingan atas Terusan Suez. Cerita-cerita Nasruddin juga bersifat universal sehingga UNESCO menetapkan 1996 sebagai Tahun Nasruddin Hoja.
Tokoh ini tak pernah dirundung duka. Ia selalu menhadapi dunia, bahkan fenomena akhirat, dengan ketenangan yang jenaka dan kearifan yang menggelitik. Hal yang esensial yang bisa diselami dari cerita-cerita Nasruddin adalah pesan moral yang membangkitkan kesadaran kita untuk memperoleh pencerahan yang lebih bermakna.
La Tahzan, jangan bimbang dan ragu setiap kesulitan, masalah dan apapun juga yang menimpa kita selalu ada solusinya. Mari kita belajar kepada Nasruddin Hoja, postingan berikutnya kita akan membaca kepiawaian Nasruddin dalam menyikapi apapun juga yang menimpa dirinya dengan jenaka dan bijak. Lupakan krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini, tersenyumlah bersama Nasruddin Hoja.

Kebahagian bukan ditentukan oleh waktu dan tempat

Seorang cendikiawan berkebangsaan Inggris, "adalah memungkinkan bagimu-apabila engkau ditahan didalam dalam sebuah penjara-untuk tetap ...